Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 15 Maret 2013

makalah intelegensia

INTELEGENSI


PENDAHULUAN
Telah dipaparkan di depan individu memecahkan masalah, apakah cepat atau lambat faktor yang turut menentukan adalah faktor intelegensi dari individu yang bersangkutan. Berbicara mengenai inteligensi biasanya memang dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan masalah. Kemampuan untuk belajar ataupun kemampuan untuk berpikir abstrak.
Intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia dan jejak itulah potensi intelegensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu. Dan manakala sudah berkembang maka fungsinya akan semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Intelegensi
Intelegensi berasal dari kata latin “intelligece” yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain. (to organize, to relate, to bind together). (Prof. Dr. Bimo Wagito, 2004). Jadi intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. (Abdul Rahman Shaleh, 2009). Istilah intelegensi kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah, yang memandang intelegensi sebagai kemampuan yang mengandung kemampuan tunggal. Padahal menurut para ahli intelegensi mengandung bermacam-macam kemampuan. Namun demikian intelegensi itu sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para ahli.
Pengertian intelegensi menurut para ahli :
1)      Menurut William Stern, intelegensi adalah kesanggupa untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya
2)      Andrew Crider mengatakan bahwa intelegensi itu bagaikan listrik, gampang diukur tapi hampir mustahil untuk didefinisikan
3)      Alfred Binet dan Theodore Simon mendefinisikan intelegensi terdiri atas 3 komponen yaitu :
a.       Kemampuan untuk mengarahkan pikiran / mengarahkan tindakan
b.      Kemampuan untuk mengubah tindakan
c.       Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri / melakukan autocriticism
4)      Lewis Madison Terman, intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak
5)      H.H. Goddard, intelegensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang
6)      V.A.C Henmon, menyatakan bahwa intelegensi terdiri atas dua faktor yaitu :
a.       Kemampuan untuk memperoleh pengetahuan
b.      Pengetahuan yang telah diperoleh
7)      Edward Lee Thorndibe, intelegensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta
8)      George de Stoddard, intelegensi adalah kemampuan untuk memahami masalah-masalah
9)      David Wechsles, intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional serta menghadapi lingkungannya dengan efektif
10)  Ebbinghaus, intelegensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi
11)  Terman, intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak
12)  Thorndike, intelegensi adalah hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu. (Drs. Saifuddin Azwar, MA : 1996)
B.     Macam-macam Intelegensi
1.      Intelegensi praktis (practical intellegence)
Adalah nama lain untuk intelegensi motor – indera yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan motor – indera (usia 0 – 2 tahun) dan merupakan dasar dari semua intelegensi yang berkembang kemudian. Dengan intelegensi praktis, seorang anak dapat belajar untuk berbuat sesuatu sekalipun ia belum mampu memikirkan perbuatan itu. Ia tahu bagaimana cara mengerjakan sesuatu akan tetapi ia tidak dapat memahami apa sebenarnya yang dikerjakan itu apalagi untuk mengerti akibat perbuatan tersebut.
2.      Intelegensi pra operasional (preoperational intellegence)
Anak memasuki periode perkembangan praoperasi (usia 2 – 7 tahun). Ciri dari anak pada masa periode ini adalah :
a.       Cara berpikir anak bersifat egosentris (egocentric) yaitu berupa pandangan sempit dan mengacu pada diri sendiri serta tidak mampu melihat masalah dari sudut pandang orang lain.
b.      Cara berpikir kompleksif (compexive thinking)
Yaitu berpikir tidak dengan jalan menyatukan beberapa pemikiran ke dalam satu konsep yang berarti akan tetapi justru meloncat dari satu gagasan ke gagasan yang lain.
c.       Kecenderungan yang kuat dalam diri anak untuk menempatkan sifat-sifat manusia pada benda mati
d.      Ketidakmampuan anak untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut pengarahan dan koordinasi pikiran, yang mana anak memerlukan petunjuk luar (external cues) yang langsung dapat membimbing dan memantapkan perilakunya untuk dapat melaksanakan tugas tertentu.
3.      Intelegensi operasional (operational intellegence)
Di sekitar usia 5 – 7 tahun anak mulai memahami apa yang disebut sebagai operasi nyata (concrete operation). Pada tahap ini apa yang dihadapi anak terbatas pada karakteristik-karakteristik nyata yang terjadi dalam situasi-situasi nyata.
4.      Intelegensi operasional formal (formal operational intellegence)
Perkembangan intelegensi ini diawal pada masa awal remaja. Dalam penyelesaian masalah anak mampu menyisihkan berbagai penyebab kejadian. Di tahap ini anak mulai mampu menyelesaikan masalah. Hal itu merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dalam mempelajari berbagai informasi yang harus diterimanya dari lingkungan.
C.    Teori-Teori Intelegensi
1.      Teori “uni-faktor”
Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori tentang intelegensi yang disebut “uni-factors theory”. Menurut teori ini intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara keja intelegensi juga bersifat umum. Kapasitas umum yang ditimbulkan lazim dikemukakan dengan kode G (General Capacity).
2.      Teori “two-factors”
Pada tahun 1904 sebelum Stern, seorang ahli matematika bernama Charles Spearman mengajukan teori ini, yang dikenal dengan sebutan “two kinds of factors theory”. Spearman mengembangkan teori intelegensi berdasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode “G” serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanda “S” untuk menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan. Faktor G lebih tergantung kepada dasar, sedangkan faktor S itu dipengaruhi oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
3.      Teori “multi-factors”
Teori ini dikembangkan oleh E.L Thorndike. Menurutnya teori ini tidak berhubungan dengan konsep faktor “G” yang mana bahwa intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Intelegensi menurut teori ini jumlah koneksi aktual dan potensial di dalam sistem syaraf. Misal ketika seorang individu menghapus sajak itu berarti bahwa ia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar atau latihan.
4.      Teori “primary-mental-ability”
Di dalam teori ini L. I. Thrustone telah berusaha menjelaskan tentang organisasi intelegensi yang abstrak. Dengan menggunakan tes-tes mental serta teknik-teknik statistik khusus membagi intelegensi menjadi beberapa kemampuan primer, yaitu :
a.       Kemampuan numerical / matematis
b.      Kemampuan verbal / bahasa
c.       Kemampuan abstraksi berupa visualisasi / berpikir
d.      Kemampuan untuk menghubungkan kata-kata
e.       Kemampuan membuat keputusan  
5.      Teori “sampling”
Godfrey H. Thomson pada tahun 1916 menyempurnakan teori ini dari berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Masing-masing bidang hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan kemampuan mental manusia. (Abdul Rahman Saleh, 2009)
Teori intelegensi menurut para ahli :
1.      Alfred Binet (1857 – 1911)
Salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa intelegensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum (G). Menurut Binet, intelegensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup intelegen / tidak, dapat diamati dengan cara dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu. Inilah yang dimaksudkan dengan komponen arah, adaptasi dan kritik dalam definisi intelegensi.
2.      Jean Piaget
Teori ini ditekankan pada aspek perkembangan kognitif, tidak merupakan teori yang mengenai struktur intelegensi semata-mata. Piaget mendefinisikan intelegensi secara kuantitatif sebagaimana umumnya dicerminkan oleh banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes akan tetapi ia menyimpulkan dalam prinsip teorinya bahwa daya pikir / kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. (Ginsburg dan Opper, 1969; Lazerson, 1975). Oleh karena itu, masalah utama dan membahas intelegensi adalah masalah cara mengungkapkan berbagai metode berpikir yang digunakan oleh anak-anak dari berbagai tingkatan usia. (Balqiz Ekatri Azalea, 1996)
D.    Ciri-ciri Perbuatan Intelegensi
Suatu perbuatan dapat dianggap intelegen bila memenuhi beberapa syarat antara lain :
1.      Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan
Misal : mengapa api jika ditutup dengan sehelai karung bisa padam? Ditanyakan kepada anak yang baru bersekolah menjawab dengan betul maka jawaban itu intelegen, tetapi jika pertanyaan itu dijawab oleh anak yang baru saja mendapat pelajaran ilmu alam tentang api, hak itu tidak dapat dikatakan intelegen.
2.      Perbuatan intelegen, sifatnya serasi tujuan dan ekonomis
Untuk mencapai tujuan yang hendak diselesaikannya, dicarinya jalan yang dapat menghemat waktu maupun tenaga.
Misal : saudara kehilangan pulpen di suatu lapangan, bagaimana mencarinya?
3.      Masalah yang dihadapi, harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan
Misal : ada suatu masalah, bagi orang dewasa mudah untuk memecahkannya, hampir tiada berpikir, sedang bagi anak-anak harus dijawab dengan otak, tetapi telat, jawaban anak itu intelegen.
4.      Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat
Misal : apa yang harus anda perbuat jika anda lapar? Kalau jawabnya : saya harus mencuri makanan. Tentu saja jawaban itu tidak intelegen.
5.      Dalam berbuat intelegen seringkali menggunakan daya mengabstraksi
Misal : apakah persamaan antara jendela dan daun? Jawaban yang benar memerlukan daya mengabstraksi.
6.      Perbuatan intelegen bercirikan kecepatan
Proses pemecahannya relatif cepat, sesuai dengan masalah yang dihadapi.
7.      Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi
Apa yang akan saudara perbuat jika sekonyong-konyong saudara melihat orang yang tertabrak mobil dan pertolongan saudara sangat diperlukan?
(Drs. Ngalim Purwanto, MP. 1999)
E.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain, yaitu :
1.      Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
2.      Kematangan : tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah menacpai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
3.      Pembentukan : pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
4.      Minat dan pembawaan yang khas : minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
5.      Kebebasan : kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan intelegensi. (Drs. Ngalim Purwanto, MP., 1999)
F.     Konsep-konsep Mengenai Intelegensi
Konsep-konsep mengenai intelegensi pada dasarnya digolongkan menjadi lima kelompok yaitu :
1.      Konsepsi-konsepsi mengenai intelegensi yang bersifat spekulatif – filsafati
Spearman dalam bukunya yang terkenal, yaitu “The Abilities of Man” (1927) mengelompokkan konsepsi-konsepsi spekulatif – filsafati itu menjadi 3 kelompok yaitu :
a.       Intelegensi umum
1)         Ebbingheus (1897) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi
2)         Termen (1921) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak
3)         Thorndike memberi definisi intelegensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu.
b.      Intelegensi sebagai kesatuan dari pada daya-daya jiwa formal
Menurut konsepsi ini intelegensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu pengukuran mengenal intelegensi juga dapat ditempuh dengan cara mengukur daya-daya jiwa khusus itu, misalnya daya mengamati, daya memproduksi, daya berpikir dan sebagainya.
c.       Intelegensi sebagai taraf umum daripada daya-daya jiwa khusus
Konsep-konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa apa yang diselidiki (dites) dengan tes intelegensi itu adalah intelegensi umum. Jadi, intelegensi diberi definisi sebagai taraf umum yang mewakili daya-daya khusus.
2.      Konsep-konsepsi yang bersifat pragmatis
Dasar dari konsep ini kiranya adalah yang dinyatakan oleh boring bahwa intelegensi adalah apa yang dites oleh tes intelegensi.
3.      Konsep-konsepsi faktor
Konsep-konsepsi ini dinamakan demikian sebenarnya beralas pada kenyataan bahwa di dalam menyelidiki dan mencari sifat hakikat intelegensi itu orang mempergunakan teknik analisis faktor, suatu teknis yang mula-mula dirintis oleh Spearman dan kemudian cepat berkembang.
4.      Konsepsi yang bersifat operasional
Jalan inilah yang ditempuh oleh mereka yang memakai cara pendekatan filsafati. Kaum pragmatis membeli jalan yang ditempuh oleh para ahli yang memakai cara pendekatan apakah intelegensi itu dan berusaha mengukurnya, melainkan mereka menyusun tes dan menyatakan “intelegensi adalah apa yang diukur oleh tes ini”, tetapi cara pendekatan secara pragmatis ini juga tidak memuaskan dan sebenarnya juga sekehendaknya (semau-maunya).
5.      Konsep-konsepsi fungsional
Konsepsi ini disusun atas pemikiran / analisis mengenai bagaimana berfungsinya intelegensi itu, lalu dirumuskan sifat-sifat hakikatnya atau definisinya.
Salah sato teori yang disusun atas dasar cara seperti yang dikemukakan itu ialah teori Binet. Binet menyatakan sifat hakikat intelegensi itu ada 3 macam yaitu :
a.       Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu
b.      Kemampuan untuk mengadakan, menyesuaikan dengan maksud untuk mencapai tujuan itu
c.       Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. (Drs. Sumardi Suryabrata, 1998)
G.    Pendekatan-Pendekatan Intelegensi
Dalam memahami intelegensi, Maloney dan Ward (1976, dalam Groth – Marnat, 1984) mengemukakan empat pendekatan umum. Di antaranya :
1.      Pendekatan teori belajar
Inti pendekatan teori belajar terletak pada pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan oleh individu untuk memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru. Dalam pendekatan ini para ahli lebih memusatkan perhatian pada perilaku yang tampak dan bukan pada pengertian mengenai konsep mental dari intelegensi itu sendiri.
Dalam pendekatan ini perlu ditekankan bahwa hampir semua ahli teori belajar, intelegensi bukanlah sifat kepribadian (trais) akan tetapi merupakan kualitas hasil belajar yang telah terjadi. Lingkungan belajar sendiri menentukan kualitas dan keluasan cadangan perilaku seseorang dan karenanya dianggap menentukan relativitas intelegensi individu.
2.      Pendekatan Neuro biologis
Beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis perilaku intelegen. Menurut pendekatan ini, dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan proses neuro-fisiologisnya. Oleh karena itu, dalam berbagai riset, selalu dipentingkan untuk melihat korelasi-korelasi intelegensi pada aspek-aspek anatomi, elektrokimia atau fisiologi.
3.      Pendekatan psikometris
Ciri utama dalam pendekatan ini adalah adanya anggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak (construct) atau sifat (trait) psikologis yang berbeda-beda keduanya bagi setiap orang.
Dalam pendekatan psikometris sendiri terdapat studi yaitu :
a.       Bersifat praktis dan lebih menekankan pada pemecahan masalah (problem solving)
b.      Lebih menekankan pada konsep dan penyusunan materi
Pendekatan psikometri inilah yang melahirkan berbagai skala-skala pengukuran intelegensi yang menjadi awal skala intelegensi yang banyak dikenal sekarang.
4.      Pendekatan teori perkembangan
Dalam pendekatan ini intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi secara kualitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis individu. Sebagai contoh, Jean Piaget (Girsburg & Opper, 1989 dan Hergenhahn, 1982) mengawali konsepsi mengenai tes intelegensi. Tampak oleh Piaget bahwa terdapat pola respon tertentu yang ada kaitannya dengan tingkatan usia tertentu pula. Studi selanjutnya meyakinkannya bahwa memang terdapat perbedaan kualitatif dalam cara berpikir anak pada masing-masing kelompok usia. (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 1996)
H.    Hubungan Intelegensi dengan Kehidupan Seseorang
Memang kecerdasan / intelegensi seseorang memainkan peranan yang penting dalam kehdiupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat komplek intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain.
Faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan, tidak dapat kita abaikan, karena meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan mengembangkan dirinya dapat gagal pula juga watak (pribadi) seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Akan tetapi intelegensi yang rendah menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orang itu ulet dan bertekun dalam usahanya. Kecerdasan atau intelegensi seseorang memberi kemungkinanb ergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa tidak terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi dengan tingkat kehidupan seseorang. (Drs. Ngalim Purwanto, MP., 1999)
Pandangan soal perbedaan intelegensi ada dua yaitu pandangan yang menekankan perbedaan kualitatif dan pandangan yang menekankan perbedaan kualitatif.
Adapun macam-macam dari tes intelegensi :
1.      Tes Binet Simon ® orang yang menemukan yaitu Alfred Binet dan Theodore simon tahun 1908 – 1911 yang diberi nama “chelle matrique del intelegence” atau skala pengukuran kecerdasan yang terdiri dari sekumpulan pernyataan-pernyataan yang dikelompokkan menurut umur.
2.      Tes Weschsler ® dibuat oleh Wechsler Bellevue pada tahun 1939. Tes tersebut meliputi dua sub verbal dan performance, sistem scoring tes weschler menggunakan skala angka dan tes dilaksanakan secara individual.
3.      Tes Army Alfa dan Betha ®  digunakan untuk mengetes calon-calon tentara di Amerika Serikat, tes ini dilaksanakan secara kelompok.
4.      Tes Progressive Matrices ® diciptakan oleh L.S. Penrose dan J.C. Laven di Inggris tahun 1938. Tes ini tidak menggunakan IQ tetapi menggunakan percentile. (Abdul Rahman Shaleh, 2009)
Kelemahan-kelemahan tes intelegensi itu adalah sebagai berikut :
1.      Tes intelegensi itu tergantung kepada kebudayaan. Tes yang disusun dalam lingkungan kebudayaan tertentu tidak dapat dipergunakan untuk mentes orang-orang yang berasal dari lingkungan kebudayaan yang berlainan.
2.      Tes intelegensi itu hanya cocok untuk tingkah laku tertentu
3.      Tes intelegensi hanya cocok untuk tipe kepribadian tertentu
4.      Perbandingan kecerdasan atau IQ yang merupakan hasil yang ditunjukkan oleh tes intelegensi tidaklah semata-mata tergantung kepada keturunan / dasar
5.      Perbandingan kecerdasan / IQ seseorang itu tidak konstan
6.      Dalam penggolongan-penggolongan manusia menurut IQnya biasanya diikuti suatu pedoman yang sebenarnya harus diterima dengan hati-hati.
7.      Tes intelegensi itu sendiri masih mengandung kekeliruan-kekeliruan (qalaf) (Drs. Sumadi Suryabrata, M.A., 1998)


PENUTUP
Intelegensi merupakan kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi namun intelegensi juga memegang peranan penting dalam faktor-faktor lingkungan maupun pendidikan.
Intelegensi erat sangkutannya dengan daya jiwa di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat) sangat berpengaruh dalam intelegensi sekarang tidak hanya itu potensi intelegensi juga mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu dan manakala sudah berkembang maka fungsinya akan semakin berarti bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya.
Intelegensi tidak terbatas pada suatu kemampuan dasar saja tetapi mencakup segala aspek-aspek dalam berpikir maupun kemampuan dasar yang dimiliki sejak lahir namun berkembang menjadi segala sesuatu yang menghasilkan kreativitas dari masing-masing individu.


DAFTAR PUSTAKA
Azwar Saifuddin. 1996. Pengantar Psikologi; Intelegensi, Pustaka Pelajar Offset.
Purwanto, Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.
Sholeh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta : Kencana.
Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mudah-mudahan bermanfaat

 

Blogger news

Apa yang anda pikirkan tentang blog ini?