Oleh: Ririn AR.
Diskursus tentang naskh
dalam Alquran tidak dipungkiri lagi sebagai salah satu kajian yang
cukup menarik sekaligus rumit. Hal ini menyebabkan para ulama terbagi
kepada dua kelompok. Satu kelompok mendukung adanya naskh dan kelompok lain menolak eksistensi naskh dalam Alquran.
Perdebatan tersebut
menurut Quraish Shihab berawal dari perbedaan para ulama dalam
menghadapi ayat-ayat Alquran yang mempunyai makna kontradiksi dengan
ayat lainnya.[1] Ketika ayat-ayat yang dianggap kontradiksi tersebut dikaji lebih jauh, ternyata – menurut sebagian ulama – dapat dikompromikan.
Pembahasan naskh
dalam Alquran menjadi penting, karena Alquran adalah kitab suci,
sebagai firman Tuhan. Kalau seandainya dalam Alquran sendiri ada
ketidakkonsistenan, dengan adanya naskh (dalam pengertian
kontradiksi), maka Islam secara keseluruhan dapat dianggap tidak
konsisten dan dapat dengan mudah dirobohkan. Apalagi Alquran yang
diturunkan hanya memakan waktu lebih kurang 23 tahun.
Dalam makalah yang sangat sederhana ini, penulis memberanikan diri untuk membahas tentang naskh, khususnya dalam Alquran. Pembahasan makalah ini meliputi: pengertian naskh; perbedaan naskh dengan takhshish; kriteria dan macam-macam naskh, dan; perbedaan pendapat ulama tentang naskh.
Dengan
penuh kesadaran, penulis mengakui bahwa makalah ini penuh dengan
kekurangan dan kelemahan. Kritik yang membangun dan masukan yang
berargumen dan bereferensi sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini
mendatang, agar dapat dijadikan bahan baca umum.
B. Pengertian Naskh
Mufti Mesir, Prof. Dr. Ali Jum'ah, dalam bukunya an-Naskh `ida al-Usuliyyîn, menjelaskan makna naskh secara etimologi ada tiga:[2]
- Menghilangkan dan menghapus sesuatu. Arti ini dipertegas oleh Alquran:
فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ
- Menghilangkan/menghapus sesuatu dan menggantikannya dengan yang lain. Makna ini ditegaskan oleh Alquran:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
Artinya, "Ayat
mana saja yang kami nasakh, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya,
kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya."[4]
- Memindahkan sesuatu dari tempat ke tempat yang lain. Reinkarnasi adalah perpindahan roh dari suatu tubuh ke jasad yang lain. Dalam bahasa Arab disebut dengan tanasukh ( تناسخ ).
Tiga makna yang sama juga diterangkan oleh Ibnu Manzur dalam Lisan al-`Arab-nya. Ia menerangkan satu makna lagi, yakni menulis dan menetapkan.[5] Makna ini diperkuat oleh firman Allah:
إِنَّا كُنَّا نَسْتَنسِخُ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya, "Sesungguhnya Kami telah menyuruh (untuk) mencatat (dan menetapkan) apa yang telah kamu kerjakan."[6]
Secara terminologi, para ulama pun berbeda pendapat tentang defenisi naskh. Ulama-ulama klasik, dalam mendefenisikan naskh berkisar pada:
1. Pembatalan hukum oleh hukum yang datang kemudian.
2. Pengkhususan yang umum oleh yang khusus.
3. Menjelaskan yang mubham dan mujmal dengan penjelasan yang datang kemudian.
Defenisi di atas dipandang terlalu luas, hingga perlu untuk mempersempit definisi tersebut untuk mewakili maksud dari naskh saja. Ali Jum`ah menyebutkan, setidaknya ada tiga definisi:[8]
1. Naskh adalah mengangkat hukum syar`i dengan dalil yang syar`i yang datangnya belakangan. Definisi ini dipilih oleh Qadhi Abu Bakr al-Baqillani, Ibnu Hajib, dan as-Subki.
2. Naskh adalah khitab yang menunjukkan atas terangkatnnya hukum yang telah ditetapkan dengan khitab
yang datang belakangan, yang kalaulah tidak datang khitab itu niscaya
hukum yang pertama tetap berlaku. Definisi ini diucapkan oleh Imam
al-Ghazali, as-Sairafi, Abu Ishaq asy-Syirazi, dan al-Amidi.
3. Naskh adalah keterangan berakhirnya hukum syar`i dengan cara yang syar`i yang datangnya belakangan. Definisi ini diucapkan oleh al-Baidhawi.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa naskh
secara terminologi adalah ketentuan hukum yang datang kemudian, guna
membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan
hukum yang terdahulu, sehingga ketentuan yang berlaku adalah yang
ditetapkan belakangan.
C. Perbedaan Naskh dengan Takhshîsh
Takhshîsh adalah
pengkhususan dalil yang umum dengan dalil yang khusus. Implikasinya
adalah membatasi hukum umum dan memberikan hukum khusus pada sesuatu.
Seperti dalil umum hukum “puasa Ramadhan wajib atas umat muslim”
kemudian dikhususkan dengan dalil lainnya, yakni “kecuali orang-orang
yang sakit atau dalam perjalanan”. Cakupan umum dalil pertama atas semua
umat muslim dibatasi oleh dalil kedua, bahwa tidak termasuk di dalam
cakupan dalil tersebut orang-orang yang sakit atau dalam perjalanan.
Senada dengan takhshîsh adalah taqyîd al-mutlak dan bayân al-mubham.
Aplikasi dalil hukum yang pertama (âmm)
tetap berlaku selain bagi orang-orang yang sakit dan dalam perjalanan,
meskipun telah muncul dalil hukum yang mengkhususkannya. Di sinilah
salah satu letak perbedaan antara takhshîsh dengan naskh. Dalam naskh, hukum yang telah manshûkh tidak lagi berlaku untuk selamanya.
Dari segi dalil yang men-takhshîsh yang âmm, terdapat perbedaan dengan naskh, bahwa dalam naskh tidak terdapat ayat yang di-naskh oleh ayat yang menaskh pada nomor ayat yang sama, artinya tidak ada ayat yang di-naskh oleh ayat yang persis datang setelahnya. Lain halnya dengan takhshîsh yang pada banyak ayat yang umum, takhshîshnya sering kali terdapat di dalam ayat tersebut.
Perbedaan lainnya adalah keberadaan redaksinya, semua dalil âmm meski telah ditakhshîsh tetap dapat dilihat redaksinya dalam Alquran, berbeda dengan ayat yang manshûkh yang sebahagiannya tidak lagi terdapat dalam Alquran.
Kedua
hal ini mengakibatkan pada perbedaan selanjutnya yakni kesepakatan para
ulama pengkaji ilmu-ilmu Alquran atas adanya takhshîsh berbeda dengan naskh yang masih diperdebatkan.
Ali Jum`ah menyebutkan ada 19 perbedaan antara naskh dan takhsis dengan segala perbedaan pendapat antar-ulama, diantara perbedaan yang penting adalah:[9]
- Takhshîsh boleh diiringi secara bersamaan dengan âmm, mendahuluinya, atau datang kemudian. Sedangkan nâsikh mestilah datang belakangan dari ayat manshûkh.
- Naskh adalah mengangkat hukum setelah ditetapkan. Sedangkan takhshîsh menjelaskan makna yang umum.
- Takhshîsh tidak diperlukan kecuali dalam hal yang umum, sedangkan naskh bisa mengangkat hukum yang umum atau bahkan yang khusus sekaligus.
- Takhshîsh zhanni boleh terjadi pada hal yang qath`i, sedangkan nasikh mestilah qath`i.
D. Kriteria dan Macam-Macam Naskh
Sebagian ulama yang menerima adanya naskh berpendapat bahwa naskh baru dapat dilakukan apabila:
1. Terdapat dua ayat yang saling bertentangan dan tidak dapat dikompromikan.
2. Harus diakui secara meyakinkan urutan turunnya, ayat nâsikh lebih akhir dibanding ayat yang Mansûkh.
3. Hukum yang manskûh tidak abadi, tapi bersifat sementara, karenanya ayat-ayat tertentu bisa saja di-naskh.[10]
Secara umum naskh dapat dibagi sebagai berikut: [11]
1. Naskh Alquran dengan Alquran.
2. Naskh Sunnah dengan Sunnah.
3. Naskh Sunnah dengan Alquran.
4. Naskh Alquran dengan Sunnah.
Bagi uluma yang setuju dengan adanya naskh dalam Alquran, naskh dibagi menjadi tiga:[12]
1. Mansûkh tilâwah-nya, yakni redaksi ayatnya dalam Alquran, akan tetapi hukumnya tetap berlaku. Seperti pada ayat rajam:
الشيخ و الشيخة إذا زنيا فارجموهما ألبتة نكالا من الله
Artinya, "Orang tua laki-laki dan perempuan apabila mereka berdua berzina maka rajamlah keduanya."
2. Mansûkh hukumnya, sementara redaksinya tetap ada di dalam Alquran, seperti surat al-Mujadilah ayat 12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya, "Hai
orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan
Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum
pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih;
jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat ini di-naskh hukumnya oleh surat al-Mujadalah ayat 13.
أَأَشْفَقْتُمْ أَن تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, "Apakah
kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum
mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya
dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan."
3. Mansûkh tilâwah dan hukumnya sekaligus. Contohnya adalah:
عشر رضعات معلومات يحرمن ثم نسخن بخمس معلومات
Artinya, "Sepuluh
kali susuan yang tertentu mengharamkan (ibu susunya untuk dinikahi),
kemudian Kami hapuskan dengan lima (kali susuan) yang tertentu (saja)."
Dari pelegalan naskh
dalam Alquran ini, para ulama Islam bahkan ada yang sampai mengatakan
ayat Alquran yang dinaskh sebanyak 247 ayat. Jamal al-Banna[13] menyebutkan dengan rinci bahwa Ibnu al-Jauzi menghitung 247 ayat yang di-naskh, Abu Abdullah Ibnu Hazm mengatakan 210 ayat yang di-naskh,
Abu al-Qasim Hibahullah bin Salama 212 ayat, Abu Ja`far an-Nahhas 134
ayat, dan Abdul Qadir al-Baghdadi menghitung ada 66 ayat yang di-naskh.[14] Selanjutnya Jamal menyebutkan beratus ayat yang dianggap telah di-naskh tersebut.
Berikut adalah tabel pe-naskh-an
dua ratusan ayat Alquran yang dikumpulkan oleh Jamal al-Banna, walau di
antaranya menjadi pertimbangan dari pelbagai ulama, karena tidak
termasuk dalam kategori naskh:[15]
No
|
Ayat yang di-naskh
|
Ayat yang me-nashk
|
1
|
QS. Al-Baqarah [2]: 62
|
QS. At-Taubah [9]: 5
|
2
|
QS. Al-Baqarah [2]: 83
|
Ayat saif (pedang)
|
3
|
QS. Al-Baqarah [2]: 109
|
QS. At-Taubah [9]: 29
|
4
|
QS. Al-Baqarah [2]: 115
|
QS. Al-Baqarah [2]: 144
|
5
|
QS. Al-Baqarah [2]: 159
|
QS. Al-Baqarah [2]: 160
|
6
|
QS. Al-Baqarah [2]: 173
|
Hadis Nabi
|
7
|
QS. Al-Baqarah [2]: 178
|
QS. Al-Maidah [5]: 45; atau
QS. Al-Isra' [17]: 33
|
8
|
QS. Al-Baqarah [2]: 180
|
QS. An-Nisa` [4]: 11
|
9
|
QS. Al-Baqarah [2]: 183
|
QS. Al-Baqarah [2]: 187
|
10
|
QS. Al-Baqarah [2]: 184
|
QS. Al-Baqarah [2]: 185
|
11
|
QS. Al-Baqarah [2]: 190
|
QS. At-Taubah [9]: 36
|
12
|
QS. Al-Baqarah [2]: 191
|
Penggalan akhir
QS. Al-Baqarah [2]: 191
|
13
|
QS. Al-Baqarah [2]: 192
|
Ayat saif
|
14
|
QS. Al-Baqarah [2]: 196
|
Penggalan QS. Al-Baqarah [2]: 196
|
15
|
QS. Al-Baqarah [2]: 215
|
QS. At-Taubah [9]: 60
|
16
|
QS. Al-Baqarah [2]: 217
|
Ayat saif
|
17
|
Penggalan awal
QS. Al-Baqarah [2]: 219
|
QS. An-Nisa' [4]: 43; dan
QS. Al-Ma'idah [5]: 90
|
18
|
Penggalan akhir
QS. Al-Baqarah [2]: 219
|
Ayat zakat
|
19
|
QS. Al-Baqarah [2]: 221
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 5
|
20
|
QS. Al-Baqarah [2]: 228
|
QS. Al-Baqarah [2]: 229
|
21
|
Penggalan QS. Al-Baqarah [2]: 229
|
Penggalan akhir
QS. Al-Baqarah [2]: 229
|
22
|
QS. Al-Baqarah [2]: 233
|
Penggalan akhir
QS. Al-Baqarah [2]: 233
|
23
|
QS. Al-Baqarah [2]: 240
|
QS. Al-Baqarah [2]: 234; dan
QS. Al-Ahzab [33]: 50
|
24
|
QS. Al-Baqarah [2]: 256
|
Ayat saif
|
25
|
QS. Al-Baqarah [2]: 282
|
QS. Al-Baqarah [2]: 283
|
26
|
QS. Al-Baqarah [2]: 284
|
QS. Al-Baqarah [2]: 286; 285
|
27
|
QS. Ali Imran [3]: 20
|
Ayat saif
|
28
|
QS. Ali Imran [3]: 86
|
QS. Ali Imran [3]: 89
|
29
|
QS. Ali Imran [3]: 102
|
QS. At-Taghabun [64]: 16
|
30
|
QS. An-Nisa' [4]: 8
|
QS. An-Nisa' [4]: 11
|
31
|
QS. An-Nisa' [4]: 9
|
QS. Al-Baqarah [2]: 182
|
32
|
QS. An-Nisa' [4]: 10
|
QS. An-Nisa' [4]: 6
|
33
|
QS. An-Nisa' [4]: 15
|
Penggalan QS. An-Nisa' [4]: 15;
dan hadis nabi
|
34
|
QS. An-Nisa' [4]: 16
|
QS. An-Nur [24]: 2
|
35
|
QS. An-Nisa' [4]: 17
|
QS. An-Nisa' [4]: 18
|
36
|
QS. An-Nisa' [4]: 19
|
Penggalan QS. An-Nisa' [4]: 19
|
37
|
QS. An-Nisa' [4]: 22
|
Penggalan akhir
QS. An-Nisa' [4]: 22
|
38
|
QS. An-Nisa' [4]: 23
|
Penggalan akhir
QS. An-Nisa' [4]: 23
|
39
|
QS. An-Nisa' [4]: 24
|
QS. Al-Mu'minun [23]: 6
|
40
|
QS. An-Nisa' [4]: 29
|
QS. An-Nur [24]: 61
|
41
|
QS. An-Nisa' [4]: 33
|
QS. Al-Anfal [8]: 75
|
42
|
QS. An-Nisa' [4]: 63
|
Ayat saif
|
43
|
QS. An-Nisa' [4]: 64
|
QS. At-Taubah [9]: 80
|
44
|
QS. An-Nisa' [4]: 71
|
QS. At-Taubah [9]: 122
|
45
|
QS. An-Nisa' [4]: 80
|
Ayat saif
|
46
|
QS. An-Nisa' [4]: 81
|
Ayat saif
|
47
|
QS. An-Nisa' [4]: 90
|
Ayat saif
|
48
|
QS. An-Nisa' [4]: 91
|
Ayat saif
|
49
|
QS. An-Nisa' [4]: 92
|
QS. At-Taubah [9]: 1
|
50
|
QS. An-Nisa' [4]: 93
|
QS. An-Nisa' [4]: 116; dan
QS. Al-Furqan [25]: 68
|
51
|
QS. An-Nisa' [4]: 145
|
QS. An-Nisa' [4]: 146
|
52
|
QS. An-Nisa' [4]: 88
|
Ayat saif
|
53
|
QS. An-Nisa' [4]: 84
|
Ayat saif
|
54
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 2
|
Ayat saif
|
55
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 13
|
QS. At-Taubah [9]: 29
|
56
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 33
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 34
|
57
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 42
|
Penggalan akhir
QS. Al-Ma'idah [5]: 42
|
58
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 99
|
Ayat saif
|
59
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 105
|
Penggalan QS. Al-Ma'idah [5]: 105
|
60
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 106
|
QS. Ath-Thalaq [65]: 2
|
61
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 107
|
QS. Ath-Thalaq [65]: 2
|
62
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 108
|
Ayat syahadat orang Islam
|
63
|
QS. Al-An`am [6]: 15
|
QS. Al-Fath [48]: 2
|
64
|
QS. Al-An`am [6]: 68
|
QS. An-Nisa' [4]: 140
|
65
|
QS. Al-An`am [6]: 70
|
QS. At-Taubah [9]: 29
|
66
|
QS. Al-An`am [6]: 91
|
Ayat saif
|
67
|
QS. Al-An`am [6]: 104
|
Ayat saif
|
68
|
QS. Al-An`am [6]: 106
|
Ayat saif
|
69
|
QS. Al-An`am [6]: 107
|
Ayat saif
|
70
|
QS. Al-An`am [6]: 108
|
Ayat saif
|
71
|
QS. Al-An`am [6]: 112
|
Ayat saif
|
72
|
QS. Al-An`am [6]: 119
|
QS. Al-Ma'idah [5]: 5
|
73
|
QS. Al-An`am [6]: 135
|
Ayat saif
|
74
|
QS. Al-An`am [6]: 159
|
Ayat saif
|
75
|
QS. Al-A`raf [7]: 180
|
Ayat saif
|
76
|
QS. Al-A`raf [7]: 199
|
Ayat saif
|
77
|
QS. Al-Anfal [8]: 1
|
QS. Al-Anfal [8]: 41
|
78
|
QS. Al-Anfal [8]: 33
|
QS. Al-Anfal [8]: 34
|
79
|
QS. Al-Anfal [8]: 38
|
QS. Al-Anfal [8]: 39
|
80
|
QS. Al-Anfal [8]: 61
|
QS. At-Taubah [9]: 29
|
81
|
QS. Al-Anfal [8]: 65
|
QS. Al-Anfal [8]: 66
|
82
|
QS. Al-Anfal [8]: 72
|
QS. Al-Anfal [8]: 75
|
83
|
QS. At-Taubah [9]: 1
|
QS. At-Taubah [9]: 5
|
84
|
QS. At-Taubah [9]: 34
|
Ayat zakat
|
85
|
QS. At-Taubah [9]: 39
|
QS. At-Taubah [9]: 122
|
86
|
QS. At-Taubah [9]: 43
|
QS. An-Nur [24]: 62
|
87
|
QS. At-Taubah [9]: 80
|
QS. Al-Munafiqun [63]: 6
|
88
|
QS. At-Taubah [9]: 97
|
QS. At-Taubah [9]: 99
|
89
|
QS. At-Taubah [9]: 98
|
QS. At-Taubah [9]: 99
|
90
|
QS. Yunus [10]: 15
|
QS. Al-Fath [48]: 2
|
91
|
QS. Yunus [10]: 20
|
Ayat saif
|
92
|
QS. Yunus [10]: 41
|
Ayat saif
|
93
|
QS. Yunus [10]: 108
|
Ayat saif
|
94
|
QS. Hud [11]: 15
|
QS. Al-Isra' [17]: 18
|
95
|
QS. Hud [11]: 121
|
Ayat saif
|
96
|
QS. Hud [11]: 122
|
Ayat saif
|
97
|
QS. Ar-Ra`d [13]: 40
|
Ayat saif
|
98
|
QS. Ar-Ra`d [13]: 6
|
QS. An-Nisa' [4]: 116
|
99
|
QS. Al-Hijr [15]: 3
|
Ayat saif
|
100
|
QS. Al-Hijr [15]: 85
|
Ayat saif
|
101
|
QS. Al-Hijr [15]: 88
|
Ayat saif
|
102
|
QS. Al-Hijr [15]: 89
|
Ayat saif
|
103
|
QS. Al-Hijr [15]: 94
|
Ayat saif
|
104
|
QS. An-Nahl [16]: 67
|
QS. Al-A`raf [7]: 133; atau
QS. Al-Ma'idah [5]: 91
|
105
|
QS. An-Nahl [16]: 82
|
Ayat saif
|
106
|
QS. An-Nahl [16]: 106
|
Ayat saif; atau Penggalan akhir
QS. An-Nahl [16]: 106
|
107
|
QS. An-Nahl [16]: 125
|
Ayat saif
|
108
|
QS. An-Nahl [16]: 127
|
Ayat saif
|
109
|
QS. Al-Isra' [17]: 24
|
QS. At-Taubah [9]: 113
|
110
|
QS. Al-Isra' [17]: 54
|
Ayat saif
|
111
|
QS. Al-Isra' [17]: 110
|
QS. Al-A`raf [7]: 205
|
112
|
QS. Al-Kahf [18]: 29
|
Illâ an yasyâ Allâh
|
113
|
QS. Maryam [19]: 39
|
Ayat saif
|
114
|
QS. Maryam [19]: 59
|
Ayat saif
|
115
|
QS. Maryam [19]: 75
|
Ayat saif
|
116
|
QS. Maryam [19]: 84
|
Ayat saif
|
117
|
Penggalan QS. Maryam [19]: 59
|
QS. Maryam [19]: 60
|
118
|
QS. Thaha [20]: 130
|
Ayat saif
|
119
|
QS. Thaha [20]: 135
|
Ayat saif
|
120
|
QS. Al-Hajj [22]: 52
|
QS. Al-A`la [87]: 6
|
121
|
QS. Al-Hajj [22]: 56
|
Ayat saif
|
122
|
QS. Al-Mu'minun [23]: 54
|
Ayat saif
|
123
|
QS. Al-Mu'minun [23]: 96
|
Ayat saif
|
124
|
QS. An-Nur [24]: 4
|
QS. An-Nur [24]: 5
|
125
|
QS. An-Nur [24]: 3
|
QS. An-Nur [24]: 32
|
126
|
QS. An-Nur [24]: 6
|
QS. An-Nur [24]: 9
|
127
|
QS. An-Nur [24]: 27
|
QS. An-Nur [24]: 29
|
128
|
QS. An-Nur [24]: 31
|
QS. An-Nur [24]: 60
|
129
|
QS. An-Nur [24]: 54
|
Ayat saif
|
130
|
QS. An-Nur [24]: 58
|
QS. An-Nur [24]: 59
|
131
|
QS. Al-Furqan [25]: 69
|
QS. Maryam [19]: 60
|
132
|
QS. Al-Furqan [25]: 63
|
Ayat saif
|
133
|
QS. Asy-Syu`ara' [26]: 224
|
QS. Asy-Syu`ara' [26]: 227
|
134
|
QS. An-Naml [27]: 92
|
Ayat saif
|
135
|
QS. Al-Qashash [28]: 55
|
Ayat saif
|
136
|
QS. Al-Ankabut [29]: 46
|
QS. At-Taubah [9]: 29
|
137
|
QS. Luqman [31]: 23
|
Ayat saif
|
138
|
QS. As-Sajdah [32]: 30
|
Ayat saif
|
139
|
QS. Al-Ahzab [33]: 48
|
Ayat saif
|
140
|
QS. Al-Ahzab [33]: 52
|
QS. Al-Ahzab [33]: 50
|
141
|
QS. Saba' [34]: 25
|
Ayat saif
|
142
|
QS. Fathir [35]: 23
|
Ayat saif
|
143
|
QS. Ash-Shaffat [37]: 174
|
Ayat saif
|
144
|
QS. Ash-Shaffat [37]: 175
|
Ayat saif
|
145
|
QS. Ash-Shaffat [37]: 178
|
Ayat saif
|
146
|
QS. Ash-Shaffat [37]: 179
|
Ayat saif
|
147
|
QS. Shad [38]: 70
|
Ayat saif
|
148
|
QS. Shad [38]: 88
|
Ayat saif
|
149
|
QS. Az-Zumar [39]: 3
|
Ayat saif
|
150
|
QS. Az-Zumar [39]: 13
|
QS. Al-Fath [48]: 2
|
151
|
QS. Az-Zumar [39]: 15
|
Ayat saif
|
152
|
QS. Az-Zumar [39]: 23
|
Ayat saif
|
153
|
QS. Az-Zumar [39]: 39
|
Ayat saif
|
154
|
QS. Az-Zumar [39]: 46
|
Ayat saif
|
155
|
QS. Az-Zumar [39]: 41
|
Ayat saif
|
156
|
QS. Ghafir [40]: 55
|
Ayat saif
|
157
|
QS. Ghafir [40]: 77
|
Ayat saif
|
158
|
QS. Fushshilat [41]: 34
|
Ayat saif
|
159
|
QS. Asy-Syura [42]: 5
|
QS. Ghafir [40]: 7
|
160
|
QS. Asy-Syura [42]: 6
|
Ayat saif
|
161
|
QS. Asy-Syura [42]: 15
|
QS. At-Taubah [9]: 29
|
162
|
QS. Asy-Syura [42]: 20
|
QS. Al-Isra' [17]: 18
|
163
|
QS. Asy-Syura [42]: 23
|
QS. Saba' [34]: 47
|
164
|
QS. Asy-Syura [42]: 39
|
QS. Asy-Syura [42]: 43
|
165
|
QS. Asy-Syura [42]: 41
|
QS. Asy-Syura [42]: 43
|
166
|
QS. Asy-Syura [42]: 48
|
Ayat saif
|
167
|
QS. Az-Zukhruf [43]: 83
|
Ayat saif
|
168
|
QS. Az-Zukhruf [43]: 89
|
Ayat saif
|
169
|
QS. Ad-Dukhan [44]: 59
|
Ayat saif
|
170
|
QS. Al-Jatsiyah [45]: 14
|
Ayat saif
|
171
|
QS. Al-Ahqaf [46]: 9
|
QS. Al-Fath [48]: 2
|
172
|
QS. Al-Ahqaf [46]: 35
|
Ayat saif
|
173
|
QS. Muhammad [47]: 4
|
Ayat saif
|
174
|
QS. Muhammad [47]: 36
|
QS. Muhammad [47]: 37
|
175
|
QS. Qaf [50]: 39
|
Ayat saif
|
176
|
QS. Qaf [50]: 45
|
Ayat saif
|
177
|
QS. Adz-Dzariyat [51]: 19
|
Ayat zakat
|
178
|
QS. Adz-Dzariyat [51]: 54
|
QS. Adz-Dzariyat [51]: 55
|
179
|
QS. Ath-Thur [52]: 48
|
Ayat saif
|
180
|
QS. An-Najm [53]: 29
|
Ayat saif
|
181
|
QS. An-Najm [53]: 39
|
QS. An-Nisa' [4]: 11
|
182
|
QS. al-Mujadalah [58]: 12
|
QS. al-Mujadalah [58]: 13
|
183
|
QS. al-Mumtahanah [60]: 8
|
QS. al-Mumtahanah [60]: 9
|
184
|
QS. al-Mumtahanah [60]: 10
|
Penggelan QS. al-Mumtahanah [60]: 10; atau QS. at-Taubah [9]: 1
|
185
|
QS. al-Mumtahanah [60]: 11
|
Ayat saif
|
186
|
QS. Al-Qalam [68]: 44
|
Ayat saif
|
187
|
QS. Al-Qalam [68]: 48
|
Ayat saif
|
188
|
QS. Al-Ma`arij [70]: 42
|
Ayat saif
|
189
|
QS. Al-Muzammil [73]: 1
|
QS. An-Nisa' [4]: 28
|
190
|
QS. Al-Muzammil [73]: 10
|
Ayat saif
|
191
|
QS. Al-Muzammil [73]: 11
|
Ayat saif
|
192
|
QS. Al-Muzammil [73]: 19
|
QS. Al-Insan [76]: 30; atau ayat saif
|
193
|
QS. Al-Muddatstsir [74]: 11
|
Ayat saif
|
194
|
QS. Al-Qiyamah [75]: 16
|
QS. Al-A`la [87]: 6
|
195
|
QS. Al-Insan [76]: 24
|
Ayat saif
|
196
|
QS. Al-Insan [76]: 29
|
Ayat saif
|
197
|
QS. `Abasa [80]: 12
|
QS. At-Takwir [81]: 29
|
198
|
QS. Ath-Thariq [86]: 17
|
Ayat saif
|
199
|
QS. Al-Ghosyiyah [88]: 22
|
Ayat saif
|
200
|
QS. At-Tin [95]: 8
|
Ayat saif
|
201
|
QS. Al-`Ashr [103]: 2
|
QS. Al-`Ashr [103]: 3
|
202
|
QS. Al-Kafirun [109]: 6
|
Ayat saif
|
Dari sekian banyak ayat yang dianggap telah mansûkh menurut pelbagai ulama ini, menurut Jamal al-Banna tidak pantas dikatakan naskh. Dari sini, salah satu alasannya untuk menolak keberadaan naskh dalam Alquran.
E. Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Naskh
Menanggapi diskursus naskh ini, ulama terbagi menjadi dua golongan yakni: pertama yang menerima adanya naskh dan kedua adalah golongan yang tidak menerima adanya naskh. Golongan yang pertama adalah jumhur ulama, mereka berpendapat bahwa naskh dapat diterima oleh akal dan telah terjadi pada hukum syara’. Mereka mengemukakan dalil sebagai berikut:
1. Bahwa
perbuatan-perbuatan Allah tidak tergantung kepada alasan dan tujuan. Ia
bisa saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada
waktu lain.
2. Adanya teks Alquran dan Hadis yang menunjukkan kebolehan terjadi naskh seperti pada:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ
مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya, "Ayat
mana saja yang Kami naskhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu?"[16]
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَّكَانَ
آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُواْ إِنَّمَا أَنتَ
مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ
Artinya, "Dan
apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai
penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya,
mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan
saja". bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui."[17]
Ibnu Katsir mengatakan tidak ada kemustahilan adanya nâsikh dan mansûkh atau pembatalan hukum sesuai yang ditunjukkan oleh kedua ayat tersebut.[18]
Sementara al-Maraghi yang lebih rasional menyatakan bahwa hukum tidak
diundangkan kecuali untuk kepentingan manusia, sementara kepentingan
manusia berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat, karena
itu penggantian hukum bisa saja terjadi sesuai dengan manfaat bagi
manusia.[19]
Sementara, Subhi Shalih menganalogikan alasannya kepada proses turunnya
Alquran secara berangsur-angsur sesuai kasus yang terjadi, sesuai
kebutuhan dan kemampuan mukallaf untuk mengemban hukum tersebut.[20]
Secara ringkas, alasan yang dikemukakan para ulama dalam menerima adanya naskh, nâsikh dan mansûkh dalam Alquran berkisar pada kehendak mutlak Allah, kemasalahatan manusia dan fleksibilitas syariat Islam.
Adapun golongan selanjutnya yaitu golongan ulama yang menolak adanya nâsikh dan mansûkh dalam Alquran. Salah satunya adalah Abu Muslm al-Isfahani (w. 322 H) yang mengatakan bahwa naskh memang logis tapi tidak mungkin terjadi dalam syara’[21]. Pendapatnya ini didasarkan pada ayat:
لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
Artinya,
"Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun
dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi
Maha Terpuji."[22]
Di samping itu, mereka yang menolak naskh dalam Alquran beranggapan bahwa pembatalan hukum dari Allah mengakibatkan satu dari dua kemustahilan berikut: [23]
1. Ketidaktahuan sehingga perlu mengganti atau membatalkan hukum dengan hukum yang lain.
2. Kesia-siaan dan permainan belaka.
Para ulama yang menolak adanya naskh dalam Alquran mengajukan alasan lain sebagai berikut:
1. Kandungan surat al-Baqarah ayat 106 yang menjadi alasan menerima naskh pada dasarnya ditujukan bagi kaum Yahudi yang mengingkari Alquran, artinya kitab suci sebelum Alquran diganti dengan Alquran.
2. Bila di dalam Alquran terdapat naskh, maka dalam Alquran terdapat kesalahan atau saling berlawanan, sebaliknya Alquran menyebutkan:
لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
Artinya, "Yang
tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji."[24]
3. Rasulullah sendiri tidak pernah mengatakan adanya naskh, seandainya ada, maka tentu beliau akan mengatakannya.
4. Hadis-hadis yang digunakan untuk me-naskh ayat Alquran seperti: “tidak ada wasiat bagi ahli waris” merupakan hadis ahad yang tidak sederajat dengan ayat Alquran.
5. Pada kalangan yang menerima naskh sendiri tidak terdapat jumlah ayat yang disepakati telah di-naskh.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa keinginan para ulama yang menolak naskh
dalam Alquran berkisar pada keinginan menjaga kesucian Allah dari
sifat-sifat yang tidak pantas dan mempertahankan kandungan Alquran.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, para ulama yang menolak adanya naskh menempuh langkah mengkompromikan ayat-ayat Alquran yang terlihat bertentangan.[25]
Agaknya, menurut penulis, faktor perbedaan pendapat ini berdasarkan berbedanya penafsiran kata "ayat" dalam dua ayat yang melegalkan naskh. Tidak sedikit ulama yang menafsirkan kata itu bukan sebagai ayat Alquran.
Jamal al-Banna menyimpulkan bahwa setelah dikaji delapan puluh dua ayat yang mencantumkan kata "ayat" tidak satu ayat pun yang menjelaskan dan menunjukkan maknanya sebagai ayat Alquran. Tetapi maknanya berkisar mukjizat, dalil, argumen, tanda, dan bukti kenabian.[26]
Ke-delapan-puluh-dua ayat yang mencantumkan kata "ayat"
tersebut adalah: QS. Al-Baqarah [2]: 106; 118; 145; 211; 248
(disebutkan dua kali); 259; QS. Ali Imran [3]: 13; 41; 49 (disebutkan
dua kali); 50; QS. Al-Maidah [5]: 114; QS. Al-An`am [6]: 4; 25; 35; 37
(disebutkan dua kali); 109; 124; QS. Al-A`raf [7]: 73; 106; 123; 146;
203; QS. Yunus [10]: 20; 92; 97; QS. Hud [11]: 64; 103; QS. Yusuf [12]:
105; QS. Ar-Ra`d [13]: 7; 27; 37; QS. Al-Hijr [15]: 77; QS. An-Nahl
[16]: 11; 13; 65; 69; 101; QS. Al-Isra' [17]: 12 (disebutkan dua kali);
QS. Maryam [19]: 10; 21; QS. Thaha [20]: 22; 47; 133; QS. Al-Anbiya'
[21]: 5; 91; QS. Al-Mu'minun [23]: 50; QS. Al-Furqan [25]: 37; QS.
Asy-Syu`ara' [26]: 4; 8; 67; 103; 121; 128; 139; 154; 158; 174; 190;
197; QS. An-Naml [27]: 52; QS. Al-Ankabut [29]: 15; 35; 44; QS. Ar-Rum
[30]: 58; QS. As-Saba' [34]: 9; 15; QS. Yasin [36]: 33; 37; 41; 46; QS.
Ash-Shaffat [37]: 14; QS. Ghafir [40]: 78; QS. Az-Zukhruf [43]: 48; QS.
Al-Fath [48]: 20; QS. Adz-Dzariyat [51]: 37; QS. Al-Qamr [54]: 2; 15;
QS. An-Nazi`at [79]: 20.
Dari banyak ayat ini, setelah dikaji oleh Jamal al-Banna, menurutnya,
tidak satu pun makna kata "ayat" di dalam Alquran bermakna ayat-ayat
Alquran, atau dengan istilah lain, ayat-ayat hukum dalam Alquran.
Penafsiran seperti ini sebenarnya sudah banyak dan dipelopori oleh para
mufassir Islam, sebut saja al-Ustadz al-Imam Muhammad Abduh, ketika
menafsirkan surat al-Baqarah ayat 106 tersebut dengan makna mukjizat
kebenaran Rasul,[27]
bukan dengan ayat-ayat hukum Alquran. Hal ini, menurut beliau selaras
dan sesuai dengan ayat sebelumnya. Kalau diterjemahkan dengan ayat-ayat
hukum yang ada dalam Alquran, justeru tidak pas, dan akan memberi makna
yang berbeda secara munâsabah, korelasi antar-ayat.
Jadi makna "ayat" dalam kedua ayat yang melegalkan naskh
tidak bermakna ayat Alquran. Tapi bermakna Alquran itu sendiri sebagai
mukjizat yang menggatikan mukjizat atau risalah nabi sebelum Nabi
Muhammad. Apalagi kalau diperhatikan sebelum dan sesudah ayat 106 surat
al-Baqarah tersebut menjelaskan tentang Ahl Kitab, yang secara ilmu
munasabah, hal ini memiliki makna yang cukup dalam.
F. Penutup
Akhirnya,
dengan penjelasan yang serba singkat ini, penulis ingin menyimpulkan
beberapa hal, walaupun sebenarnya kesimpulan ada di benak pembaca
masing-masing.
Pertama, naskh
menurut etimologi adalah mengangkat dan menghapus. Secara terminologi
adalah ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan atau
mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang
terdahulu, sehingga ketentuan yang berlaku adalah yang ditetapkan
terakhir.
Kedua, naskh berbeda dengan takhsis. Kalau takhsis mengkususkan sesuatu yang umum, sedangkan naskh mengangkat atau menghapus hukum atau tilawah dalam Alquran.
Ketiga, dalam memutuskan suatu ayat di-naskh atau tidak, maka memperhatikan dan memastikan terlebih dahulu, kedua ayat itu bertentangan atau tidak; ayat yang nasikh dipastikan turun belakangan dari ayat mansukh.
Keempat, bagi yang setuju adanya naskh dalam Alquran, membaginya menjadi tiga: naskh tilawah dan hukum sekaligus; naskh tilawah saja; dan naskh hukum saja.
Kelima, ulama berbeda pendapat tentang eksistensi naskh dalam Alquran. Agaknya faktor yang paling urgen dalam perbedaan ini adalah berbedanya menafsirkan kata "ayat" dalam dua ayat yang melegalkan naskh, sebagaimana telah terjelaskan sebelumnya.
BIBLIOGRAFI
Alquran al-Karim
Al-Amidi. al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, juz 2. Mesir: Matb’ah Muhammad Abi
Shabih, tt.
Aziz, Ahmad Dahlan (ed.). Ensiklopedi Islam, jil. 4. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Vanhoeve, 1994.
Al-Banna, Jamal. Tafnid Da`wa an-Naskh fi al-Qur`an al-Karim. Cairo: Dar al-Fikr
al-Islamy, 2004.
Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-Karim, jil. 1. Beirut: Dar Fikr, 1992.
Ibnu Manzur, Jamaluddin Muhammad bin Makram. Lisan al-`Arab, jil. 3. Bairut:
Dar al-Fikri, 1994.
Imarah, Muhammad, (ed.). al-A`mâl al-Kâmilah lil Imâm asy-Syaikh Muhammah
Abduh, jil. 4. Cairo: Dar asy-Syuruq, 1993.
Jum'ah, Ali. an-Naskh `ida al-Usuliyyin. Cairo: Nahdet Masr, 2005.
Al-Maraghi, Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar Fikr, tt.
Shalih, Subhi. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ilmiyah, 1988.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Alquran. Jakarta: Mizan, 1995.
Asy-Syatibi. al-Muwafaqat fi Ushul as-Syari’ah. Beirut: Dar Ma’arif, tt.
Az-Zarqani, Muhammad Abdul `Azim. Manahil al-`Irfan, jil. 2. Cairo: Maktabah
at-Taufiqiyah, tt.
az-Zuahili, Wahbah. at-Tafsîr al-Munîr, jld. 1. Bairut: Dar al-Fikr, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mudah-mudahan bermanfaat