INTELEGENSI
PENDAHULUAN
Telah
dipaparkan di depan individu memecahkan masalah, apakah cepat atau lambat faktor
yang turut menentukan adalah faktor intelegensi dari individu yang
bersangkutan. Berbicara mengenai inteligensi biasanya memang dikaitkan dengan
kemampuan untuk pemecahan masalah. Kemampuan untuk belajar ataupun kemampuan
untuk berpikir abstrak.
Intelegensi
atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup
yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia dan jejak
itulah potensi intelegensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas
perkembangan individu. Dan manakala sudah berkembang maka fungsinya akan
semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian
dirinya dengan lingkungannya.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Intelegensi
Intelegensi berasal dari kata latin “intelligece” yang berarti
mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain. (to
organize, to relate, to bind together). (Prof. Dr. Bimo Wagito, 2004). Jadi
intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seorang
berbuat sesuatu dengan cara tertentu. (Abdul Rahman Shaleh, 2009). Istilah
intelegensi kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah,
yang memandang intelegensi sebagai kemampuan yang mengandung kemampuan tunggal.
Padahal menurut para ahli intelegensi mengandung bermacam-macam kemampuan.
Namun demikian intelegensi itu sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para
ahli.
Pengertian intelegensi menurut para ahli :
1)
Menurut William Stern, intelegensi adalah kesanggupa
untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berpikir yang sesuai dengan tujuannya
2)
Andrew Crider mengatakan bahwa intelegensi itu bagaikan
listrik, gampang diukur tapi hampir mustahil untuk didefinisikan
3)
Alfred Binet dan Theodore Simon mendefinisikan
intelegensi terdiri atas 3 komponen yaitu :
a.
Kemampuan untuk mengarahkan pikiran / mengarahkan
tindakan
b.
Kemampuan untuk mengubah tindakan
c.
Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri / melakukan
autocriticism
4)
Lewis Madison Terman, intelegensi sebagai kemampuan
seseorang untuk berpikir secara abstrak
5)
H.H. Goddard, intelegensi sebagai tingkat kemampuan
pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang langsung dihadapi
dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang
6)
V.A.C Henmon, menyatakan bahwa intelegensi terdiri atas
dua faktor yaitu :
a.
Kemampuan untuk memperoleh pengetahuan
b.
Pengetahuan yang telah diperoleh
7)
Edward Lee Thorndibe, intelegensi adalah kemampuan
dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta
8)
George de Stoddard, intelegensi adalah kemampuan untuk
memahami masalah-masalah
9)
David Wechsles, intelegensi adalah kemampuan seseorang
untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional serta
menghadapi lingkungannya dengan efektif
10) Ebbinghaus,
intelegensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi
11) Terman,
intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak
12) Thorndike,
intelegensi adalah hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan
daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu. (Drs.
Saifuddin Azwar, MA : 1996)
B.
Macam-macam Intelegensi
1.
Intelegensi praktis (practical intellegence)
Adalah nama lain untuk intelegensi motor – indera yang tumbuh
dan berkembang seiring dengan perkembangan motor – indera (usia 0 – 2 tahun)
dan merupakan dasar dari semua intelegensi yang berkembang kemudian. Dengan
intelegensi praktis, seorang anak dapat belajar untuk berbuat sesuatu sekalipun
ia belum mampu memikirkan perbuatan itu. Ia tahu bagaimana cara mengerjakan
sesuatu akan tetapi ia tidak dapat memahami apa sebenarnya yang dikerjakan itu
apalagi untuk mengerti akibat perbuatan tersebut.
2.
Intelegensi pra operasional (preoperational
intellegence)
Anak memasuki periode perkembangan praoperasi (usia 2 – 7
tahun). Ciri dari anak pada masa periode ini adalah :
a.
Cara berpikir anak bersifat egosentris (egocentric)
yaitu berupa pandangan sempit dan mengacu pada diri sendiri serta tidak mampu
melihat masalah dari sudut pandang orang lain.
b.
Cara berpikir kompleksif (compexive thinking)
Yaitu berpikir tidak dengan jalan menyatukan beberapa pemikiran ke dalam
satu konsep yang berarti akan tetapi justru meloncat dari satu gagasan ke
gagasan yang lain.
c.
Kecenderungan yang kuat dalam diri anak untuk
menempatkan sifat-sifat manusia pada benda mati
d.
Ketidakmampuan anak untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut pengarahan dan koordinasi pikiran, yang mana anak memerlukan petunjuk
luar (external cues) yang langsung dapat membimbing dan memantapkan
perilakunya untuk dapat melaksanakan tugas tertentu.
3.
Intelegensi operasional (operational intellegence)
Di sekitar usia 5 – 7 tahun anak mulai memahami apa yang
disebut sebagai operasi nyata (concrete operation). Pada tahap ini apa
yang dihadapi anak terbatas pada karakteristik-karakteristik nyata yang terjadi
dalam situasi-situasi nyata.
4.
Intelegensi operasional formal (formal operational
intellegence)
Perkembangan intelegensi ini diawal pada masa awal remaja.
Dalam penyelesaian masalah anak mampu menyisihkan berbagai penyebab kejadian.
Di tahap ini anak mulai mampu menyelesaikan masalah. Hal itu merupakan suatu
kemampuan yang sangat penting dalam mempelajari berbagai informasi yang harus
diterimanya dari lingkungan.
C.
Teori-Teori Intelegensi
1.
Teori “uni-faktor”
Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori
tentang intelegensi yang disebut “uni-factors theory”. Menurut teori ini
intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara keja
intelegensi juga bersifat umum. Kapasitas umum yang ditimbulkan lazim
dikemukakan dengan kode G (General Capacity).
2.
Teori “two-factors”
Pada tahun 1904 sebelum Stern, seorang ahli matematika
bernama Charles Spearman mengajukan teori ini, yang dikenal dengan sebutan “two
kinds of factors theory”. Spearman mengembangkan teori intelegensi
berdasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode “G” serta faktor-faktor
spesifik yang diberi tanda “S” untuk menentukan tindakan-tindakan mental untuk
mengatasi permasalahan. Faktor G lebih tergantung kepada dasar, sedangkan
faktor S itu dipengaruhi oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
3.
Teori “multi-factors”
Teori ini dikembangkan oleh E.L Thorndike. Menurutnya teori
ini tidak berhubungan dengan konsep faktor “G” yang mana bahwa intelegensi
terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon
hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.
Intelegensi menurut teori ini jumlah koneksi aktual dan potensial di dalam
sistem syaraf. Misal ketika seorang individu menghapus sajak itu berarti bahwa
ia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem
syaraf akibat belajar atau latihan.
4.
Teori “primary-mental-ability”
Di dalam teori ini L. I. Thrustone telah berusaha menjelaskan
tentang organisasi intelegensi yang abstrak. Dengan menggunakan tes-tes mental
serta teknik-teknik statistik khusus membagi intelegensi menjadi beberapa
kemampuan primer, yaitu :
a.
Kemampuan numerical / matematis
b.
Kemampuan verbal / bahasa
c.
Kemampuan abstraksi berupa visualisasi / berpikir
d.
Kemampuan untuk menghubungkan kata-kata
e.
Kemampuan membuat keputusan
5.
Teori “sampling”
Godfrey H. Thomson pada tahun 1916 menyempurnakan teori ini
dari berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman itu
terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Masing-masing bidang
hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan kemampuan mental
manusia. (Abdul Rahman Saleh, 2009)
Teori intelegensi menurut para ahli :
1.
Alfred Binet (1857 – 1911)
Salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa intelegensi
bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum
(G). Menurut Binet, intelegensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang
terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Jadi untuk melihat
apakah seseorang cukup intelegen / tidak, dapat diamati dengan cara dan
kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu. Inilah yang
dimaksudkan dengan komponen arah, adaptasi dan kritik dalam definisi
intelegensi.
2.
Jean Piaget
Teori ini ditekankan pada aspek perkembangan kognitif, tidak
merupakan teori yang mengenai struktur intelegensi semata-mata. Piaget
mendefinisikan intelegensi secara kuantitatif sebagaimana umumnya dicerminkan
oleh banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes akan tetapi ia menyimpulkan
dalam prinsip teorinya bahwa daya pikir / kekuatan mental anak yang berbeda
usia akan berbeda pula secara kualitatif. (Ginsburg dan Opper, 1969; Lazerson,
1975). Oleh karena itu, masalah utama dan membahas intelegensi adalah masalah
cara mengungkapkan berbagai metode berpikir yang digunakan oleh anak-anak dari
berbagai tingkatan usia. (Balqiz Ekatri Azalea, 1996)
D.
Ciri-ciri Perbuatan Intelegensi
Suatu perbuatan dapat dianggap intelegen bila memenuhi
beberapa syarat antara lain :
1.
Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan
masalah yang baru bagi yang bersangkutan
Misal
: mengapa api jika ditutup dengan sehelai karung bisa padam? Ditanyakan kepada
anak yang baru bersekolah menjawab dengan betul maka jawaban itu intelegen,
tetapi jika pertanyaan itu dijawab oleh anak yang baru saja mendapat pelajaran
ilmu alam tentang api, hak itu tidak dapat dikatakan intelegen.
2.
Perbuatan intelegen, sifatnya serasi tujuan dan
ekonomis
Untuk
mencapai tujuan yang hendak diselesaikannya, dicarinya jalan yang dapat
menghemat waktu maupun tenaga.
Misal
: saudara kehilangan pulpen di suatu lapangan, bagaimana mencarinya?
3.
Masalah yang dihadapi, harus mengandung suatu tingkat
kesulitan bagi yang bersangkutan
Misal
: ada suatu masalah, bagi orang dewasa mudah untuk memecahkannya, hampir tiada
berpikir, sedang bagi anak-anak harus dijawab dengan otak, tetapi telat,
jawaban anak itu intelegen.
4.
Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh
masyarakat
Misal
: apa yang harus anda perbuat jika anda lapar? Kalau jawabnya : saya harus
mencuri makanan. Tentu saja jawaban itu tidak intelegen.
5.
Dalam berbuat intelegen seringkali menggunakan daya
mengabstraksi
Misal
: apakah persamaan antara jendela dan daun? Jawaban yang benar memerlukan daya
mengabstraksi.
6.
Perbuatan intelegen bercirikan kecepatan
Proses
pemecahannya relatif cepat, sesuai dengan masalah yang dihadapi.
7.
Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan
perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi
Apa
yang akan saudara perbuat jika sekonyong-konyong saudara melihat orang yang
tertabrak mobil dan pertolongan saudara sangat diperlukan?
(Drs. Ngalim Purwanto, MP. 1999)
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi,
sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain, yaitu :
1.
Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan
ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
2.
Kematangan : tiap organ (fisik maupun psikis) dapat
dikatakan telah matang jika ia telah menacpai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
3.
Pembentukan : pembentukan adalah segala keadaan di luar
diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
4.
Minat dan pembawaan yang khas : minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa
yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih
baik.
5.
Kebebasan : kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat
memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Dengan adanya
kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam
perbuatan intelegensi. (Drs. Ngalim Purwanto, MP., 1999)
F.
Konsep-konsep Mengenai Intelegensi
Konsep-konsep mengenai intelegensi pada dasarnya
digolongkan menjadi lima
kelompok yaitu :
1.
Konsepsi-konsepsi mengenai intelegensi yang bersifat
spekulatif – filsafati
Spearman
dalam bukunya yang terkenal, yaitu “The Abilities of Man” (1927)
mengelompokkan konsepsi-konsepsi spekulatif – filsafati itu menjadi 3 kelompok
yaitu :
a.
Intelegensi umum
1)
Ebbingheus (1897) memberi definisi intelegensi sebagai
kemampuan untuk membuat kombinasi
2)
Termen (1921) memberi definisi intelegensi sebagai
kemampuan untuk berpikir abstrak
3)
Thorndike memberi definisi intelegensi sebagai hal yang
dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan
dalam perjuangan hidup individu.
b.
Intelegensi sebagai kesatuan dari pada daya-daya jiwa
formal
Menurut konsepsi ini intelegensi adalah persatuan
(kumpulan yang dipersatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu
pengukuran mengenal intelegensi juga dapat ditempuh dengan cara mengukur
daya-daya jiwa khusus itu, misalnya daya mengamati, daya memproduksi, daya
berpikir dan sebagainya.
c.
Intelegensi sebagai taraf umum daripada daya-daya jiwa
khusus
Konsep-konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa apa
yang diselidiki (dites) dengan tes intelegensi itu adalah intelegensi umum.
Jadi, intelegensi diberi definisi sebagai taraf umum yang mewakili daya-daya
khusus.
2.
Konsep-konsepsi yang bersifat pragmatis
Dasar dari konsep ini kiranya adalah yang dinyatakan oleh
boring bahwa intelegensi adalah apa yang dites oleh tes intelegensi.
3.
Konsep-konsepsi faktor
Konsep-konsepsi ini dinamakan demikian sebenarnya beralas
pada kenyataan bahwa di dalam menyelidiki dan mencari sifat hakikat intelegensi
itu orang mempergunakan teknik analisis faktor, suatu teknis yang mula-mula
dirintis oleh Spearman dan kemudian cepat berkembang.
4.
Konsepsi yang bersifat operasional
Jalan inilah yang ditempuh oleh mereka yang memakai cara
pendekatan filsafati. Kaum pragmatis membeli jalan yang ditempuh oleh para ahli
yang memakai cara pendekatan apakah intelegensi itu dan berusaha mengukurnya,
melainkan mereka menyusun tes dan menyatakan “intelegensi adalah apa yang
diukur oleh tes ini”, tetapi cara pendekatan secara pragmatis ini juga tidak
memuaskan dan sebenarnya juga sekehendaknya (semau-maunya).
5.
Konsep-konsepsi fungsional
Konsepsi ini disusun atas pemikiran / analisis mengenai
bagaimana berfungsinya intelegensi itu, lalu dirumuskan sifat-sifat hakikatnya
atau definisinya.
Salah sato teori yang disusun atas dasar cara seperti yang
dikemukakan itu ialah teori Binet. Binet menyatakan sifat hakikat intelegensi
itu ada 3 macam yaitu :
a.
Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan
tujuan tertentu
b.
Kemampuan untuk mengadakan, menyesuaikan dengan maksud
untuk mencapai tujuan itu
c.
Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk
mengkritik diri sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah
dibuatnya. (Drs. Sumardi Suryabrata, 1998)
G.
Pendekatan-Pendekatan Intelegensi
Dalam memahami intelegensi, Maloney dan Ward (1976,
dalam Groth – Marnat, 1984) mengemukakan empat pendekatan umum. Di antaranya :
1.
Pendekatan teori belajar
Inti pendekatan teori belajar terletak pada pemahaman
mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan oleh individu untuk memperoleh
bentuk-bentuk perilaku baru. Dalam pendekatan ini para ahli lebih memusatkan
perhatian pada perilaku yang tampak dan bukan pada pengertian mengenai konsep
mental dari intelegensi itu sendiri.
Dalam pendekatan ini perlu ditekankan bahwa hampir semua ahli
teori belajar, intelegensi bukanlah sifat kepribadian (trais) akan tetapi
merupakan kualitas hasil belajar yang telah terjadi. Lingkungan belajar sendiri
menentukan kualitas dan keluasan cadangan perilaku seseorang dan karenanya
dianggap menentukan relativitas intelegensi individu.
2.
Pendekatan Neuro biologis
Beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan
biologis perilaku intelegen. Menurut pendekatan ini, dapat ditelusuri
dasar-dasar neuro-anatomis dan proses neuro-fisiologisnya. Oleh karena itu,
dalam berbagai riset, selalu dipentingkan untuk melihat korelasi-korelasi
intelegensi pada aspek-aspek anatomi, elektrokimia atau fisiologi.
3.
Pendekatan psikometris
Ciri utama dalam pendekatan ini adalah adanya anggapan bahwa
intelegensi merupakan suatu konstrak (construct) atau sifat (trait)
psikologis yang berbeda-beda keduanya bagi setiap orang.
Dalam
pendekatan psikometris sendiri terdapat studi yaitu :
a.
Bersifat praktis dan lebih menekankan pada pemecahan
masalah (problem solving)
b.
Lebih menekankan pada konsep dan penyusunan materi
Pendekatan psikometri inilah yang melahirkan berbagai
skala-skala pengukuran intelegensi yang menjadi awal skala intelegensi yang
banyak dikenal sekarang.
4.
Pendekatan teori perkembangan
Dalam pendekatan ini intelegensi dipusatkan pada masalah
perkembangan intelegensi secara kualitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap
perkembangan biologis individu. Sebagai contoh, Jean Piaget (Girsburg &
Opper, 1989 dan Hergenhahn, 1982) mengawali konsepsi mengenai tes intelegensi.
Tampak oleh Piaget bahwa terdapat pola respon tertentu yang ada kaitannya
dengan tingkatan usia tertentu pula. Studi selanjutnya meyakinkannya bahwa
memang terdapat perbedaan kualitatif dalam cara berpikir anak pada
masing-masing kelompok usia. (Drs. Saifuddin
Azwar, MA., 1996)
H.
Hubungan Intelegensi dengan Kehidupan Seseorang
Memang kecerdasan / intelegensi seseorang memainkan
peranan yang penting dalam kehdiupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat
komplek intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya
kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain.
Faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan, tidak
dapat kita abaikan, karena meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan
mengembangkan dirinya dapat gagal pula juga watak (pribadi) seseorang sangat
berpengaruh dan turut menentukan. Akan tetapi intelegensi yang rendah
menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orang itu
ulet dan bertekun dalam usahanya. Kecerdasan atau intelegensi seseorang memberi
kemungkinanb ergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya.
Sampai di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada
kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa tidak
terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi dengan tingkat
kehidupan seseorang. (Drs. Ngalim Purwanto, MP., 1999)
Pandangan soal perbedaan intelegensi ada dua yaitu
pandangan yang menekankan perbedaan kualitatif dan pandangan yang menekankan
perbedaan kualitatif.
Adapun macam-macam dari tes intelegensi :
1.
Tes Binet Simon ® orang yang menemukan
yaitu Alfred Binet dan Theodore simon tahun 1908 – 1911 yang diberi nama “chelle
matrique del
intelegence” atau skala pengukuran kecerdasan yang terdiri dari sekumpulan
pernyataan-pernyataan yang dikelompokkan menurut umur.
2.
Tes Weschsler ® dibuat oleh Wechsler
Bellevue pada tahun 1939. Tes tersebut meliputi dua sub verbal dan performance,
sistem scoring tes weschler menggunakan skala angka dan tes dilaksanakan secara
individual.
3.
Tes Army Alfa dan Betha ® digunakan untuk mengetes calon-calon tentara
di Amerika Serikat, tes ini dilaksanakan secara kelompok.
4.
Tes Progressive Matrices ® diciptakan oleh L.S.
Penrose dan J.C. Laven di Inggris tahun 1938. Tes ini tidak menggunakan IQ
tetapi menggunakan percentile. (Abdul Rahman Shaleh, 2009)
Kelemahan-kelemahan tes intelegensi itu adalah sebagai berikut :
1.
Tes intelegensi itu tergantung kepada kebudayaan. Tes
yang disusun dalam lingkungan kebudayaan tertentu tidak dapat dipergunakan
untuk mentes orang-orang yang berasal dari lingkungan kebudayaan yang
berlainan.
2.
Tes intelegensi itu hanya cocok untuk tingkah laku
tertentu
3.
Tes intelegensi hanya cocok untuk tipe kepribadian
tertentu
4.
Perbandingan kecerdasan atau IQ yang merupakan hasil
yang ditunjukkan oleh tes intelegensi tidaklah semata-mata tergantung kepada
keturunan / dasar
5.
Perbandingan kecerdasan / IQ seseorang itu tidak
konstan
6.
Dalam penggolongan-penggolongan manusia menurut IQnya
biasanya diikuti suatu pedoman yang sebenarnya harus diterima dengan hati-hati.
7.
Tes intelegensi itu sendiri masih mengandung
kekeliruan-kekeliruan (qalaf) (Drs. Sumadi Suryabrata, M.A., 1998)
PENUTUP
Intelegensi
merupakan kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh
manusia. Intelegensi menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan
untuk memecahkan problem yang dihadapi namun intelegensi juga memegang peranan
penting dalam faktor-faktor lingkungan maupun pendidikan.
Intelegensi
erat sangkutannya dengan daya jiwa di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan,
perhatian, minat) sangat berpengaruh dalam intelegensi sekarang tidak hanya itu
potensi intelegensi juga mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu
dan manakala sudah berkembang maka fungsinya akan semakin berarti bagi manusia
yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya.
Intelegensi
tidak terbatas pada suatu kemampuan dasar saja tetapi mencakup segala
aspek-aspek dalam berpikir maupun kemampuan dasar yang dimiliki sejak lahir
namun berkembang menjadi segala sesuatu yang menghasilkan kreativitas dari
masing-masing individu.
DAFTAR
PUSTAKA
Azwar Saifuddin. 1996. Pengantar Psikologi; Intelegensi, Pustaka
Pelajar Offset.
Purwanto, Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya Offset.
Sholeh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu Pengantar
dalam Perspektif Islam. Jakarta
: Kencana.
Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mudah-mudahan bermanfaat